Artikel kali ini akan membahas Kasus Pelanggaran dan Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia, artikel pelanggaran ham, kategori pelanggaran ham,contoh pelanggaran ham pada anak, pelanggaran ham di indonesia, masalah pelanggaran ham di indonesia, contoh pelanggaran ham di indonesia, kategori ham, penegakan ham di indonesia, masalah perkara pelanggaran ham di indonesia, pelanggaran ham berat di indonesia, macam macam pelanggaran ham di indonesia, contoh contoh pelanggaran ham di indonesia, masalah ham di indonesia
Kapan dinyatakan adanya pelanggaran HAM ? Hampir sanggup dipastikan dalam kehidupan seharai – hari sanggup ditemukan pelanggaran hak asasi insan baik di Indonesia maupun di kepingan dunia lain. Pelanggaran itu baik dilakukan oleh negara/ pemerintah maupun oleh masyarakat.Richard Falk,
salah seorang pemerhati HAM menyebarkan suatu standar guna mengukur derajat keseriusan pelanggaran hak-hak asasi manusia. Hasilnya yaitu disusunnya kategori-kategori pelanggaran hak-hak asasi insan yang dianggap kejam, yaitu :
Penggolongan pelanggaran HAM di atas merupakan contoh pelanggaran HAM yang berat dikemukakan
Ricahard Falk. Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 yang dikategorikan pelanggaran HAM yang berat yaitu :
oleh masyarakat. Hal ini sanggup ditunjukan adanya korban akhir bergai kerusuhan yang terjadi di tanah air.
Misalnya, korban hilang dalam aneka macam kerusuhan di Jakarta, Aceh, Ambon dan Papua diperkirakan ada 1148 orang hilang dalam kurun waktu 1965 – Januari 2002 (Kompas 1 Juni 2002).
Kita juga sanggup dengan gampang menemukan pelanggaran HAM di sekitar kita yang menimpa anak-anak. Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari kita menyaksikan banyak anak (dibawah umur 18 tahun)
dipaksa harus bekerja mencari uang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun untuk membantu
keluarganya atau pihak lain.
Ada yang menjadi pengamen di jalanan, menjadi buruh, bahkan dieksploitasi untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak patut. Mereka telah kehilangan hak anak berupa proteksi oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara, proteksi dari eksploitasi ekonomi, dan pekerjaan.
Marsinah menuntut dicabutnya PHK yang menimpa kawan-kawannya Pada 5 Mei 1993 Marsinah ‘menghilang’, dan kesudahannya pada 9 Mei 1993, Marsinah ditemukan tewas dengan kondisi yang mengenaskan di hutan Wilangan Nganjuk.
dipicu oleh krisis ekonomi tahun 1997.
Krisis ekonomi terjadi berkepanjangan alasannya yaitu fondasi ekonomi yang lemah dan pengelolaan pemerintahan yang tidak higienis dari KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme).
Gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa menuntut perubahan dari pemerintahan yang absolut menjadi pemerintahan yang demokratis, mensejahterakan rakyat dan bebas dari KKN.
Demonstrasi merupakan senjata mahasiswa untuk menekan tuntutan perubahan saat obrolan mengalami jalan buntuk atau tidak efektif. Ketika demonstrasi inilah aneka macam hal yang tidak dinginkan sanggup terjadi. Karena sebagai gerakan massa tidak gampang melaksanakan kontrol.
Bentrok fi sik dengan pegawanegeri kemanan, pengrusakan, penembakan dengan peluru karet maupun tajam inilah yang mewarai masalah Trisakti dan Semanggi.
Kasus Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 yang menewaskan 4 (empat) mahasiswa Universitas Trisakti yang terkena peluru tajam.
Kasus Trisakti sudah ada pengadilan militer. Tragedi Semanggi I terjadi 13 November 1998 yang menewaskan setidaknya 5 (lima) mahasiswa, sedangkan bencana Semanggi II pada 24 September 1999, menewaskan 5 (lima) orang.
Dengan jatuhnya korban pada masalah Trisakti, emosi masyarakat meledak. Selama dua hari berikutnya
13 – 14 Mei terjadilah kerusuhan dengan membumi hanguskan sebagaian Ibu Kota Jakarta.
Kemudian berkembang meluas menjadi penjarahan dan agresi SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Akibat kerusuhan tersebut, Komnas HAM mencatat :
Dengan korban yang sangat besar dan mengenaskan di atas, itulah harga yang harus dibayar bangsa kita saat menginginkan perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Seharusnya hal itu masih sanggup dihindari apabila semua anak bangsa ini berpegang teguh pada nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pola dalam memecahkan aneka macam masalah dan mengelola negara tercinta ini. Peristiwa Mei tahun 1998 dicatat disatu sisi sebagai Tahun Reformasi dan pada sisi lain sebagai Tragedi Nasional.
Apa lagi yang menjadi korban tidak hanya dari Indonesia, bahkan kebanyakan dari turis manca negara yang tiba sebagai tamu di negara kita yang mestinya harus dihormati dan dijamin keamanannya.
Apa kalau dicermati secara seksama ternyata faktor penyebabnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:
Kurang dan tipisnya rasa tanggungjawab ini melanda dalam aneka macam lapisan masyarakat, nasional maupun internasional untuk mengikuti “hati sendiri”, lezat sendiri, malah juga kaya sendiri, dan lain-lain.
Akibatnya orang dengan begitu gampang menyalahgunakan kekuasaannya, meremehkan tugas, dan tidak mau memperhatikan hak orang lain.
Bagaimana kita menanggapi masalah perkara pelanggaran HAM di Indonesia? Sebagai warga negara yang baik harus ikut serta secara aktif (berpartisipasi) dalam memecahkan aneka macam masalah yang dihadapi bangsa dan negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM.
Untuk itu jawaban yang sanggup dikembangkan contohnya : bersikap tegas tidak membenarkan setiap pelanggaran HAM. Alasannya:
Disamping jawaban kita terhadap pelanggaran HAM berupa sikap tersebut di atas, juga bisa berupa sikap aktif. Perilaku aktif yakni berupa ikut menuntaskan masalah pelanggaran HAM di Indonesia, sesuai dengan kemampuan dan mekanisme yang dibenarkan.
Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi kita (dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945) bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan yaitu dalam rangka menyebarkan kehidupan yang bebas.
Juga sesuai dengan “Deklarasi Pembela HAM” yang dideklarasikan oleh Majelis Umum PBB pada tangal 9 Desember 1998. Isi deklarasi itu antara lain menyatakan “setiap orang mempunyai hak secara sendiri – sendiri maupun bersama– sama untuk ikut serta dalam acara menentang pelanggaran HAM”.
dikirim ke forum pemerintah atau pihak– pihak yang terkait dengan pelanggaran HAM. Bisa juga kecaman/kutukan itu dalam bentuk poster, dan demonstrasi secara tertib.
b. Mendukung upaya forum yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku pelanggaran HAM.
Misalnya mendukung digelarnya peradilan HAM, mendukung upaya penyelesaian melalui lembaga
peradilan HAM internasional, apabila peradilan HAM nasional mengalami jalan buntu.
c. Mendukung dan berpartisipasi dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk
memberikan proteksi kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa berwujud makanan, pakaian, obat-obatan atau tenaga medis.
Partisipasi juga bisa berwujud perjuangan menggalang pengumpulan dan penyaluran aneka macam proteksi kemanusiaan.
d. Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi para korban
pelanggaran HAM.
Restitusi merupakan ganti rugi yang dibebankan pada para pelaku baik untuk korban atau keluarganya. Jika restitusi dianggap tidak mencukupi, maka harus diberikan kompensasi, yaitu kewajiban
tindakan pencegahan maka di lingkungan sekolah antara lain perlu dikembangkan sikap dan sikap jujur, saling menghormati, persaudaraan dan menghindarkan dari aneka macam kebiasaan melaksanakan tindakan kekerasan atau perbuatan tercela yang lain.
Misalnya, dengan menyebarkan nilai-nilai budaya lokal yang sangat mulia. Sebagai contoh masyarakat Sulawesi Selatan menganut budaya “Siriq”. Budaya ini mengedepankan sikap sipakatau atau saling menghormati serta aib berbuat tidak masuk akal di depan umum.
Baca Juga : Hakikat, Hukum dan Kelembagaan Hak Asasi Manusia
Penggolongan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pelanggaran hak asasi insan yaitu setiap perbuatan yang secara melawan aturan mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi insan (UURI Nomor 39 Tahun 1999).
Kapan dinyatakan adanya pelanggaran HAM ? Hampir sanggup dipastikan dalam kehidupan seharai – hari sanggup ditemukan pelanggaran hak asasi insan baik di Indonesia maupun di kepingan dunia lain. Pelanggaran itu baik dilakukan oleh negara/ pemerintah maupun oleh masyarakat.Richard Falk,
salah seorang pemerhati HAM menyebarkan suatu standar guna mengukur derajat keseriusan pelanggaran hak-hak asasi manusia. Hasilnya yaitu disusunnya kategori-kategori pelanggaran hak-hak asasi insan yang dianggap kejam, yaitu :
- Pembunuhan besar – besaran (genocide).
- Rasialisme resmi.
- Terorisme resmi berskala besar.
- Pemerintahan totaliter.
- Penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia.
- Perusakan kualitas lingkungan.
- Kejahatan-kejahatan perang.
Penggolongan pelanggaran HAM di atas merupakan contoh pelanggaran HAM yang berat dikemukakan
Ricahard Falk. Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 yang dikategorikan pelanggaran HAM yang berat yaitu :
- pembunuhan masal (genocide);
- pembunuhan sewenang – wenang atau diluar putusan pengadilan;
- penyiksaan;
- penghilangan orang secara paksa;
- perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.
Berbagai Contoh Pelanggaran HAM
Banyak terjadi pelanggaran HAM di Indonesia, baik yang dilakukan pemerintah, pegawanegeri keamanan maupunoleh masyarakat. Hal ini sanggup ditunjukan adanya korban akhir bergai kerusuhan yang terjadi di tanah air.
Misalnya, korban hilang dalam aneka macam kerusuhan di Jakarta, Aceh, Ambon dan Papua diperkirakan ada 1148 orang hilang dalam kurun waktu 1965 – Januari 2002 (Kompas 1 Juni 2002).
Kita juga sanggup dengan gampang menemukan pelanggaran HAM di sekitar kita yang menimpa anak-anak. Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari kita menyaksikan banyak anak (dibawah umur 18 tahun)
dipaksa harus bekerja mencari uang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun untuk membantu
keluarganya atau pihak lain.
Ada yang menjadi pengamen di jalanan, menjadi buruh, bahkan dieksploitasi untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak patut. Mereka telah kehilangan hak anak berupa proteksi oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara, proteksi dari eksploitasi ekonomi, dan pekerjaan.
Contoh Pelanggaran HAM
Berikut ini dipaparkan beberapa contoh pelanggaran HAM yang menjadi sorotan nasional bahkan internasional. Namun contoh-contoh berikut harus kalian cermati mana yang tergolong pelanggaran HAM berat dan mana yang tergolong pelanggaran HAM biasa.a. Kasus Marsinah
Kasus ini berawal dari unjuk rasa dan pemogokan yang dilakukan buruh PT.CPS pada tanggal 3-4 Mei 1993. Aksi ini berbuntut dengan di PHK-nya 13 buruh.Marsinah menuntut dicabutnya PHK yang menimpa kawan-kawannya Pada 5 Mei 1993 Marsinah ‘menghilang’, dan kesudahannya pada 9 Mei 1993, Marsinah ditemukan tewas dengan kondisi yang mengenaskan di hutan Wilangan Nganjuk.
b. Kasus Trisakti dan Semanggi
Kasus Trisakti dan Semanggi, terkait dengan gerakan reformasi. Arah gerakan reformasi yaitu untuk melaksanakan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan reformasidipicu oleh krisis ekonomi tahun 1997.
Krisis ekonomi terjadi berkepanjangan alasannya yaitu fondasi ekonomi yang lemah dan pengelolaan pemerintahan yang tidak higienis dari KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme).
Gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa menuntut perubahan dari pemerintahan yang absolut menjadi pemerintahan yang demokratis, mensejahterakan rakyat dan bebas dari KKN.
Demonstrasi merupakan senjata mahasiswa untuk menekan tuntutan perubahan saat obrolan mengalami jalan buntuk atau tidak efektif. Ketika demonstrasi inilah aneka macam hal yang tidak dinginkan sanggup terjadi. Karena sebagai gerakan massa tidak gampang melaksanakan kontrol.
Bentrok fi sik dengan pegawanegeri kemanan, pengrusakan, penembakan dengan peluru karet maupun tajam inilah yang mewarai masalah Trisakti dan Semanggi.
Kasus Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 yang menewaskan 4 (empat) mahasiswa Universitas Trisakti yang terkena peluru tajam.
Kasus Trisakti sudah ada pengadilan militer. Tragedi Semanggi I terjadi 13 November 1998 yang menewaskan setidaknya 5 (lima) mahasiswa, sedangkan bencana Semanggi II pada 24 September 1999, menewaskan 5 (lima) orang.
Dengan jatuhnya korban pada masalah Trisakti, emosi masyarakat meledak. Selama dua hari berikutnya
13 – 14 Mei terjadilah kerusuhan dengan membumi hanguskan sebagaian Ibu Kota Jakarta.
Kemudian berkembang meluas menjadi penjarahan dan agresi SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Akibat kerusuhan tersebut, Komnas HAM mencatat :
- 40 sentra perbelanjaan terbakar;
- 2.479 toko hancur;
- 1.604 toko dijarah;
- 1.119 kendaraan beroda empat hangus dan ringsek;
- 1.026 rumah penduduk luluh lantak;
- 383 kantor rusak berat; dan
- yang lebih mengenaskan 1.188 orang meninggal dunia. Mereka kebanyakan mati di pusat-pusat perbelanjaan saat sedang membalas dendam atas kemiskinan yang selama ini menindih (GATRA, 9 Januari 1999).
Dengan korban yang sangat besar dan mengenaskan di atas, itulah harga yang harus dibayar bangsa kita saat menginginkan perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Seharusnya hal itu masih sanggup dihindari apabila semua anak bangsa ini berpegang teguh pada nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pola dalam memecahkan aneka macam masalah dan mengelola negara tercinta ini. Peristiwa Mei tahun 1998 dicatat disatu sisi sebagai Tahun Reformasi dan pada sisi lain sebagai Tragedi Nasional.
c. Kasus Bom Bali
Peristiwa peledakan bom oleh kelompok teroris di Legian Kuta Bali 12 November 2002, yang memakan korban meninggal dunia 202 orang dan ratusan yang luka-luka, semakin menambah kepedihan kita.Apa lagi yang menjadi korban tidak hanya dari Indonesia, bahkan kebanyakan dari turis manca negara yang tiba sebagai tamu di negara kita yang mestinya harus dihormati dan dijamin keamanannya.
Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM
Mengapa pelanggaran hak asasi insan sering terjadi di Indonesia, meskipun menyerupai telah dikemukakan di atas telah dijamin secara konstitusional dan telah dibentuknya forum penegakan hak asasi manusia.Apa kalau dicermati secara seksama ternyata faktor penyebabnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:
- masih belum adanya kesepahaman pada tataran konsep hak asasi insan antara paham yang memandang HAM bersifat universal (universalisme) dan paham yang memandang setiap bangsa mempunyai paham HAM tersendiri berbeda dengan bangsa yang lain terutama dalam pelaksanaannya (partikularisme);
- adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang akan mengancam kepentingan umum (dikhotomi antara individualisme dan kolektivisme);
- kurang berfungsinya forum – forum penegak aturan (polisi, jaksa dan pengadilan); dan
- pemahaman belum merata wacana HAM baik dikalangan sipil maupun militer.
Kurang dan tipisnya rasa tanggungjawab ini melanda dalam aneka macam lapisan masyarakat, nasional maupun internasional untuk mengikuti “hati sendiri”, lezat sendiri, malah juga kaya sendiri, dan lain-lain.
Akibatnya orang dengan begitu gampang menyalahgunakan kekuasaannya, meremehkan tugas, dan tidak mau memperhatikan hak orang lain.
Menanggapi Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Kasus–kasus pelanggaran HAM di Indonesia sebagaimana telah dikemukakan di depan membawa aneka macam akibat. Akibat itu, contohnya menyebabkan masyarakat dan bangsa Indonesia sangat menderita dan mengancam integrasi nasional.Bagaimana kita menanggapi masalah perkara pelanggaran HAM di Indonesia? Sebagai warga negara yang baik harus ikut serta secara aktif (berpartisipasi) dalam memecahkan aneka macam masalah yang dihadapi bangsa dan negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM.
Untuk itu jawaban yang sanggup dikembangkan contohnya : bersikap tegas tidak membenarkan setiap pelanggaran HAM. Alasannya:
- dilihat dari segi moral merupakan perbuatan tidak baik yakni bertentangan dengan nilai – nilai kemanusiaan;
- di lihat dari segi hukum, bertentangan dengan prinsip aturan yang mewajibkan bagi siapapun untuk menghormati dan mematuhi instrumen HAM;
- dilihat dari segi politik membelenggu kemerdekaan bagi setiap orang untuk melaksanakan kritik dan kontrol terhadap pemerintahannya. Akibat dari hambatan ini, maka pemerintahan yang demokratis sulit untuk di wujudkan.
Disamping jawaban kita terhadap pelanggaran HAM berupa sikap tersebut di atas, juga bisa berupa sikap aktif. Perilaku aktif yakni berupa ikut menuntaskan masalah pelanggaran HAM di Indonesia, sesuai dengan kemampuan dan mekanisme yang dibenarkan.
Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi kita (dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945) bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan yaitu dalam rangka menyebarkan kehidupan yang bebas.
Juga sesuai dengan “Deklarasi Pembela HAM” yang dideklarasikan oleh Majelis Umum PBB pada tangal 9 Desember 1998. Isi deklarasi itu antara lain menyatakan “setiap orang mempunyai hak secara sendiri – sendiri maupun bersama– sama untuk ikut serta dalam acara menentang pelanggaran HAM”.
Dengan kata lain jawaban terhadap pelanggaran HAM di Indonesia sanggup diwujudkan dalam aneka macam bentuk, yakni :
a. Mengutuk, contohnya dalam bentuk goresan pena yang dipublikasikan melalui majalah sekolah, surat kabar,dikirim ke forum pemerintah atau pihak– pihak yang terkait dengan pelanggaran HAM. Bisa juga kecaman/kutukan itu dalam bentuk poster, dan demonstrasi secara tertib.
b. Mendukung upaya forum yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku pelanggaran HAM.
Misalnya mendukung digelarnya peradilan HAM, mendukung upaya penyelesaian melalui lembaga
peradilan HAM internasional, apabila peradilan HAM nasional mengalami jalan buntu.
c. Mendukung dan berpartisipasi dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk
memberikan proteksi kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa berwujud makanan, pakaian, obat-obatan atau tenaga medis.
Partisipasi juga bisa berwujud perjuangan menggalang pengumpulan dan penyaluran aneka macam proteksi kemanusiaan.
d. Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi para korban
pelanggaran HAM.
Restitusi merupakan ganti rugi yang dibebankan pada para pelaku baik untuk korban atau keluarganya. Jika restitusi dianggap tidak mencukupi, maka harus diberikan kompensasi, yaitu kewajiban
Contoh Kasus Pelanggaran HAM dan Upaya Penegakannya
Kasus pelanggaran HAM sanggup terjadi di lingkungan apa saja, termasuk di lingkungan sekolah. Sebagaitindakan pencegahan maka di lingkungan sekolah antara lain perlu dikembangkan sikap dan sikap jujur, saling menghormati, persaudaraan dan menghindarkan dari aneka macam kebiasaan melaksanakan tindakan kekerasan atau perbuatan tercela yang lain.
Misalnya, dengan menyebarkan nilai-nilai budaya lokal yang sangat mulia. Sebagai contoh masyarakat Sulawesi Selatan menganut budaya “Siriq”. Budaya ini mengedepankan sikap sipakatau atau saling menghormati serta aib berbuat tidak masuk akal di depan umum.
Baca Juga : Hakikat, Hukum dan Kelembagaan Hak Asasi Manusia